lampung barat Zona bangsa com. – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menyatakan penolakan atas penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 terkait penyaluran Dana Desa Tahap II.
Sikap resmi tersebut diputuskan dalam rapat nasional secara daring pada 29 November 2025 yang diikuti lebih dari 1.000 peserta dari seluruh Indonesia, mulai dari pengurus DPD, DPC, hingga para kepala desa atau peratin. Rapat digelar berdasarkan undangan bernomor 1118/SRT/DPP–APDESI/XI/2025 dengan tema APDESI Tolak PMK 81, realisasikan atau turun ke Jalan.
Dalam forum itu, DPP APDESI menilai kebijakan baru yang mensyaratkan pembentukan dan pengaktifan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdeskel) sebagai syarat mutlak pencairan Dana Desa Tahap II dinilai terlalu mendadak. Aturan tersebut dianggap berpotensi menghambat pembangunan dan pelayanan dasar masyarakat karena tidak memberi ruang transisi yang memadai bagi pemerintah desa.
Menindaklanjuti keputusan pusat tersebut, DPC APDESI Kabupaten Lampung Barat menyampaikan sikap sejalan dengan DPP dan DPD APDESI Provinsi Lampung.
Ketua DPC APDESI Lampung Barat, Sarnada, mengatakan para peratin di daerahnya merasakan langsung beratnya implementasi PMK 81/2025.
Menurut Sarnada, gelombang keberatan datang karena persyaratan baru itu tidak hanya menambah beban administratif, tetapi juga memengaruhi pencairan Dana Desa yang sangat dibutuhkan desa untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sepanjang akhir tahun anggaran.
Ia menjelaskan bahwa pada Senin mendatang, DPP APDESI Pusat akan terlebih dahulu mengajukan surat permohonan resmi pembatalan PMK 81/2025 kepada pemerintah pusat. Surat itu sebagai pintu dialog sebelum aksi turun ke jalan digelar.
“Jika tidak ada tanggapan, kita sepakat untuk turun. Insya Allah sebanyak 131 peratin dari Lampung Barat siap ikut menyampaikan aspirasi ke Jakarta pada Senin, 8 Desember 2025,” ujar Sarnada.
Di sisi lain, Sarnada menegaskan bahwa pemerintah desa sebenarnya tidak menolak pembentukan Koperasi Merah Putih. Bahkan di Lampung Barat, capaian pembentukan koperasi tersebut sangat tinggi. Dari 131 pekon, sekitar 95 persen telah mengantongi legalitas dan berbadan hukum. Menurutnya, hal itu menunjukkan komitmen kuat desa dalam mendukung kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Namun ia menilai bahwa menjadikan pembentukan koperasi sebagai syarat tunggal pencairan Dana Desa tanpa masa penyesuaian adalah keputusan yang tidak tepat. Terlebih sejumlah desa telah menyusun rencana pembangunan yang sepenuhnya bergantung pada penyaluran dana tersebut.
Sarnada merujuk pada Pasal 25 dan Pasal 26 huruf B dalam PMK 81/2025, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa Dana Desa dapat disalurkan setelah pemerintah daerah menyampaikan laporan realisasi Dana desa bersamaan implementasi Kopdes Merah Putih. Ia menegaskan Lampung Barat telah memenuhi seluruh ketentuan itu, sehingga dana seharusnya dapat dicairkan pada akhir tahun ini.
“Namun faktanya sampai hari ini belum ada pencairan,” ujar Sarnada.
DPC APDESI Lampung Barat mendorong pemerintah pusat memberikan masa transisi yang lebih realistis serta membuka ruang dialog yang mengakomodasi kondisi faktual di desa. Menurutnya, pembangunan desa dan pelayanan masyarakat tidak boleh terhambat hanya karena persoalan administratif.
“Kami berharap suara dari Lampung Barat dapat menjadi pertimbangan kebijakan nasional. Desa-desa kami bekerja keras dan sangat berkomitmen menjalankan program pemerintah, namun masyarakat jangan sampai menjadi korban karena regulasi yang tidak sinkron dengan kondisi lapangan,” ujarnya.
Sebagai langkah lanjutan, DPC APDESI Lampung Barat akan menghimpun aspirasi seluruh peratin dan menyampaikannya secara berjenjang kepada DPD APDESI Provinsi Lampung hingga DPP APDESI pusat. Aksi nasional akan digelar atas nama kepala desa seluruh Indonesia untuk menuntut evaluasi dan peninjauan ulang PMK 81/2025.
(Team)


