Jakarta-zonabangsa.com|
Pidato Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo berujung gaduh.
Dalam pidatonya di hadapan para kader Demokrat, Selasa (14/3/2023), AHY bicara lantang tentang utang pemerintah hingga kebijakan yang dia nilai tak berpihak pada rakyat.
Namun, pernyataan itu langsung ditentang sejumlah elite partai koalisi pemerintah. AHY justru mendapat serangan balik dari barisan parpol pendukung Jokowi.
Serangan” balik itu datang salah satunya dari partai pengusung Jokowi, PDI Perjuangan. Politisi PDI-P Junimart Girsang meminta AHY memaparkan bukti ucapannya yang menuding bahwa kebijakan presiden tak berpihak pada wong cilik atau rakyat kecil.
“Kalau ada statement yang mengatakan bahwa Pak Jokowi itu tidak pro wong cilik, silakan dibuktikan. Wong cilik mana yang komplain terhadap pemerintahan Pak Jokowi?” ujar Junimart di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Junimart juga menjawab kritik AHY yang menyebut bahwa utang pemerintah bertambah selama pemerintahan Jokowi.
Menurutnya, sekalipun ada utang, pemerintah menggalakkan pembangunan. Junimart bilang, pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum pada era Jokowi begitu gencar.
“Jadi jangan utang bertambah sedikit, tetapi enggak ada pembangunan, selama ini bagaimana? Banyak mangkrak tuh. Zaman Pak Jokowi sekarang yang mangkrak-mangkrak hidup tuh, diberdayakan semuanya,” kata dia.
Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat bicara tak kalah keras terkait ini. Dia mengaku siap beradu data untuk merespons pidato AHY yang menyinggung soal utang pemerintah era Jokowi.
Bahkan, Djarot menantang Demokrat membandingkan utang pemerintah saat ini dengan era kepemimpinan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang tidak lain adalah ayah AHY.
“Iya adu data saja berapa utangnya pada Pak SBY, terus hasilnya apa? Hasilnya apa yang dibangun, proyek mangkraknya berapa? Kan begitu kan,” kata Djarot saat dihubungi Kompas.com, Rabu (15/3/2023).
Menurut Djarot, banyak proyek mangkrak pada zaman pemerintahan SBY yang justru diselesaikan oleh Jokowi. Misalnya, pembangunan Wisma Atlet Hambalang.
Terkait persoalan ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang disinggung AHY, Djarot menyebut, pemerintahan Jokowi belakangan dihadapkan dengan situasi pandemi Covid-19.
Memang, persoalan tersebut sempat mengakibatkan perekonomian anjlok. Namun, kata Djarot, situasi ini tidak hanya dirasakan Indonesia saja, tetapi seluruh negara di dunia.
Meski dilanda pandemi, Djarot mengeklaim, ekonomi Indonesia masih tumbuh dengan baik. Bahkan, menurut dia, penanganan krisis akibat Covid-19 di Tanah Air menuai pujian dari negara-negara lain.
“Jadi begini, coba dilihat datanya, kan begitu ya. Berapa tingkat kemiskinannya, terus juga harus dikaitkan dengan konteksnya,” tutur mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Pakai fakta
Tak hanya PDI-P, Partai Golkar juga membela pemerintahan Jokowi. Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Ace Hasan Syadzily tak setuju dengan pernyataan AHY yang menyebut bahwa sejumlah kebijakan di pemerintahan Jokowi diputuskan secara terburu-buru.
“Saya kira enggak ada kebijakan Presiden Jokowi yang diambil secara grusa-grusu. Semua telah melalui proses kajian,” kata Ace di kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Menurut Ace, semua program yang direalisasikan Jokowi sudah melalui perencanaan matang. Bahkan, Ace mengeklaim, presiden berani berinisiatif menangani program-program yang tak terealisasi pada pemerintahan sebelumnya.
“Bahkan, kalau saya lihat, apa yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi banyak yang dinilai (positif) oleh masyarakat, justru masyarakat sangat puas,” ujarnya.
Ace pun mengaku tak mempersoalkan kritik yang dilontarkan oleh AHY. Namun ia meminta supaya kritik tersebut disampaikan dengan disertai data-data faktual.
“Ya beliau (AHY) silakan saja mengkritik terhadap kebijakan tetapi harus dipastikan apakah kritiknya tersebut didasarkan pada argumen dan fakta sesungguhnya yang dirasakan masyarakat,” tutur Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI itu.
Sentil food estate hingga utang
Kegaduhan ini bermula dari pidato AHY di hadapan para kader Demokrat di Tennis Indoor Senayan, Selasa (14/3/2023). Dalam pidatonya, AHY menyebut bahwa tata kelola pemerintahan saat ini tidak berjalan baik.
“Kita mencermati, tata kelola pemerintahan saat ini tidak berjalan dengan baik. Banyak program pemerintah yang dilakukan grusa-grusu, terburu-buru dan kurang perhitungan,” katanya.
AHY menyinggung alokasi anggaran bernilai triliunan rupiah yang digunakan pemerintah untuk pengembangan kawasan pangan berskala luas. Mantan perwira militer itu menyoroti program food estate atau lumbung pangan yang tengah digalakkan Jokowi di berbagai daerah.
Menurutnya, banyak akademisi pertanian dan aktivis lingkungan yang mengkritik kebijakan ini. Program food estate dinilai hanya mengandalkan ekstensifikasi lahan saja, tetapi mengabaikan faktor ekologi dan sosial.
Padahal, kata AHY, kedaulatan pangan harusnya berorientasi pada pemberdayaan dan pelibatan masyarakat, serta mengindahkan aspek keseimbangan lingkungan, keberlanjutan, dan tradisi masyarakat lokal.
Ini mengacu kepada mazhab ekonomi Demokrat, yakni sustainable growth with equity, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan, yang tetap menjaga keseimbangan alam,” ujar AHY.
Tak hanya sektor pangan, menurut AHY, kurang baiknya tata kelola pemerintahan saat ini juga tercermin dari lahirnya peraturan perundangan yang keluar dari norma hukum. AHY menyoroti Undang-undang Cipta Kerja.
Menurutnya, sejak awal partainya menolak UU kontroversial itu. Sebab, Demokrat mendengar jeritan kaum buruh di berbagai daerah yang menolak UU Nomor 11 Tahun 2020 tersebut.
AHY menyebut, bukan hanya substansi UU Cipta Kerja yang kurang berpihak ke tenaga kerja, tetapi pembuatan aturannya juga dilakukan secara tergesa-gesa.
“Alih-alih menciptakan lapangan kerja, angka pengangguran malah makin tinggi,” katanya.
Oleh karenanya, kata AHY, tak heran jika akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.
Namun, merespons putusan MK itu, pemerintah bukannya melibatkan masyarakat untuk melakukan perbaikan undang-undang tersebut, tetapi justru meresponsnya secara sepihak dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja.
Menurut AHY, ini kembali menegaskan lemahnya good governance atau pemerintahan yang baik, sehingga memicu terjadinya ketidakpastian hukum.
Implikasinya, kepercayaan dunia usaha dan para investor, nasional maupun luar negeri, terhadap pemerintah bakal menurun.
“Tidak sedikit yang membatalkan rencana investasinya. Padahal, kita sangat membutuhkan investasi itu untuk perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” tutur AHY.
Dalam kesempatan yang sama, AHY menyinggung soal utang pemerintah yang menurutnya naik tiga kali lipat dalam delapan tahun terakhir di era pemerintahan Jokowi.
“Defisit anggaran coba ditutup dengan utang pemerintah. Dalam 8 tahun terakhir ini, kenaikan utang pemerintah mencapai 3 kali lipat,” katanya.
AHY menjabarkan data Kementerian Keuangan yang menyebut utang pemerintah mencapai Rp 7.733 triliun pada awal tahun 2023. Belum lagi, utang BUMN yang semakin menggunung mencapai Rp 1.640 triliun.
Menurut dia, utang tersebut merupakan dampak dari persoalan ekonomi Indonesia yang semakin rumit akibat keuangan negara yang tak dikelola dengan baik.
“Anggaran terlalu banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek mercusuar yang tidak banyak berdampak pada kehidupan wong cilik,” ucap AHY.
AHY mengatakan, utang-utang pemerintah semakin membebani rakyat. Sebab, masyarakat terpaksa membayar utang tersebut lewat pembayaran pajak.
Tidak adil jika akibat utang yang terlewat tinggi tadi akhirnya pemerintah tidak leluasa membiayai kehidupan dan pembangunan nasional. Jangan menghukum pihak yang tidak bersalah,” tutur dia.
(Red)